Monday, January 29, 2007

cuma 40km/jam kok...


Senin kelabu...

-Rumah-

setelah belajar qmia dan mtk semalaman suntuk biar ga dicap anak terbodoh sepanjang masa yang ada di jurusan IPA, gw akhirnya baru tidur jam 04.30 dan bangun lagi jam 05.30. sekalian nunggu mandi, gw masih sempet buka fs gw yang udah dipenuhi ribuan testimonial yg siap di-approve (penggunaan majas hiperbola yg tepat). klik ini, klik itu, gw siap-siap mau berangkat, minum susu, panasin motor, minta duit bensin, gosok gigi, milih sepatu, pake helm, pasang mp3, masukin gigi, dan akhirnya jalan...

-Pinggir Jalan Tol-

Ga ada yang unik di sini, cuma puluhan motor dan mobil yg lalu-lalang. melesat dengan kecepatan sekitar 90km/jam, dikurangi oleh friksi yang dilakukan oleh angin sekitar 5 km/jam dan gaya gesek yang dilakukan oleh ban dengan aspal, dan... Stop! ini bukan fisika ok??? ditemani oleh lagu terbarunya the beatles dari album LOVE rasanya motor gw udah mau terbang.

sampe perempatan belok kiri, lurus terus, ketemu pertigaan belok kiri.

kronologi kejadian:

1. tempat: turunan sumir
posisi gigi & kecepatan: 1 dan 5 km/jam.
kondisi badan: napas teratur, 100% fokus, detak jantung normal

2. tempat: 10 m dari turunan sumir posisi gigi & kecepatan: 2 dan 21 km/jam
kondisi badan: napas teratur, 100% fokus, detak jantung normal

3.tempat: 30 m turunan sumir posisi gigi & kecepatan: 2 dan 40 km/jam
kondisi badan: napas teratur, 100% fokus, detak jantung normal

4.tempat: depan komplek jatiwarna indah posisi gigi & kecepatan: 3 dan 45km/jam
kondisi badan: napas teratur, 100% fokus, detak jantung normal


sbuah supir angkot berinisial AL dengan cat merah oren norak dengan bangsatnya memutar balik dengan tidak melihat kehadiran seorang anak yang sedang asik bernyanyi;

'HERE COMES THE SUN, HERE COMES THE SUN... YEAH!!!'

gw baru tersadar, gw ambil jalan kiri, gw terpleset dan BRAKK!!


5. tempat: depan komplek jatiwarna indah
posisi gigi & kecepatan: 3 dan 0 km/jam kondisi badan: napas menggila, pikiran melayang, tensi naik, detak jantung di atas rata-rata untuk ukuran seorang manusia, celana robek, jaket robek, lutut baret.
kondisi pikiran lingkungan:

-supir angkot dengan puas berpikir, "rasain lu! angkot dilawan!"

- seorang ibu-ibu melongo keluar dari jendela x-trail biru telur asin berpikir, "anak sma jaman sekarang berandalan semua. nanti anakku kalo wis gede ora tak kasih motor!"

-seorang satpam komplek jatiwarna indah yang punya rasa simpati kepada gw berkata, "dek, ga apa-apa?"

"Udah tau gw kenapa-kenapa, pake nanya lagi..."

kondisi motor:

ah, ga penting lah. kaca lampu gw coak (bahasa yg bener apa sih?), setang gw miring, kunci stang rusak...

-Sekolah-

setelah belajar kimia dan ijin sakit olahraga dengan menunjukkan betapa pedihnya penderitaan yang telah dialami gw, (tdnya gw mw minta ijin jam pertama. tapi ga boleh sama guru piket. iya juga sih, gw baru msk trus udah mau keluar lagi) akhirnya gw dapet ijin abis istirahat setelah mendengar nasehat guru piket yang suaranya segede guntur. waktu mau keluar gerbang, satpam sekolah dengan postur yang jauh dengan kelayakan satpam jaman sekarang (tinggi, tegap, jago bela diri, proposional, dan macho) sempet curigain gw bawa surat piket palsu lantaran tanda tangan pak roy (guru piket) persis kaya' coret-coretan fisika anak tk.

gw pulang. hujan di tengah jalan. pikiran terbang entah kemana. nahan luka yang sakit lagi gara-gara kena air ujan. sampe di rumah. tidur.

****

"dek, dek bangun. jd ke klinik jatirahayu ga?" kakak gw, bangunin.

"iye..."

-Klinik-

disana pantat gw disuntik ATS (Anti Tetanus Serum) anak ipa ga tau kebangetan. gw aja baru tau.

*****

Wednesday, January 10, 2007

The Long and Winding Road, Kalibata-Blok M

Sebelum gw mulai, cerita ini merupakan fakta, yang ga dibuat-buat, ga ditambah-tambahin (walaupun sedikit), apalagi dikurang-kurangin. Semua tokoh di cerita ini adalah makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari 6 orang, bertampang susah, berpredikat buruk, ga pinter, ga ganteng, ga kece, dan semua sifat yang arahnya menuju hampir jelek ada di 6 orang ini.

Biar lo lebih kenal mendingan gw sebut-in aja satu-satu namanya. Akbar, Fajri, Keke, Rio, sama Alvian. 1,2,3,4,5… Eh, sori! Ada satu lagi makhluk spesial yang ketinggalan, namanya Apip (sebenernya namanya Afif. Tapi disebut ‘Apip’ aja biar ada penyesuaian sama bibir).



The Long and Winding Road, Dari Kalibata Sampai Blok M.

***SMAN 14, Kelas XB***

Kisah ini terjadi pada hari Senin, 14 November 2005. Ketika 6 anak laki-laki remaja tanggung seumuran jagung yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA 14 itu janjian mau nonton karena sekolah lagi pulang cepet. Karena masih jam 10an, ke6 anak itu akhirnya nongkrong dulu di rumah Alvian. Padahal sebelumnya;

“Yan, nanti anak-anak ke rumah lo aja ya ntar? Soalnya masih jam 10 nih. Bioskopnya belum pada buka.”
“Ah, ga ah. Rumah gw berantakan.”
Like house, like face.”

Itu Fajri yang minta.

“Yan, ayo donk ke rumah lo. Masa’ tega lo biarin temen-temen lo nungguin di sekolah.”
“Lagipula di sekolah mau ngapain lagi sih?”
“Ah, jangan deh. Rumah gw jelek...”
“Kasian…”

Itu Rio sama Apip yang minta.

“Yan, pelit kan lo…”
“Tau ni, rumah lo kan paling deket dari sekola-an.”
“Rumah gw sempit…”
“EMANG GW PIKIRIN???”

Itu Akbar sama Keke yang minta.

Mereka menaiki bus Metro 35 (ga ada yang aneh di sini, yang aneh cuma sopirnya).

***Rumah Alvian***

Di sebuah rumah di kawasan Condet (yang katanya daerah budidaya salak, tapi malah jadi budidaya angkot 07 sama metro 35) ke 6 anak bersama tuan rumah tentunya, masuk dengan langkah malu-malu bersamaan dengan otak yang berpikir;
“Gw harus jaga imej di sini. Siapa tau Alv punya kakak ato adek cakep.”

Seketika itu juga mata mereka menangkap sebuah objek, lalu berkata,

“Hei, Otak. Saya mendapatkan sebuah objek. Namun saya belum sempat meneruskannya karena saya buru-buru melaporkannya kepada anda.”
“Kamu ini gimana sih? Ya dilihat dulu donk!”
“Baik!”

Mata melihat diawali dengan cahaya dipantulkan dari suatu objek yang dilihat, lalu masuk melalui kornea, melewati pupil, lensa mata, dan akhirnya sampai pada retina. Di retina, rangsangan cahaya diterima oleh saraf mata. Lalu saraf mata tersebut mengirimkan objek tersebut kepada otak melalui saraf-saraf yang ber-sliweran di dalam kepala. Kejadian ini pastinya berlangsung sepermilyar detik.

“Bagaimana Otak? Apa objek yang saya kirim cukup bagus?”
“Tunggu sebentar. Sedang saya proses. Objek tersebut memakai kemben. Memegang alat panjang pada tangan kanannya terbuat dari kayu yang namanya… Sebentar saya lihat dulu di database saya. Oh, namanya sapu. Dan pada tangan kirinya memegang pengki.”
“Jadi objek apa itu, Otak?”
“Dia itu pembantu, Mata…”

Sepermilyar detik yang membuat angan-angan kecil mereka melayang…

Sampai di kamar Alv (disingkat aja ya), mereka langsung berhias, berdandan untuk bersiap-siap meraih pandangan semua cewe’ di bioskop nanti. Ga lupa makanan kecil disuguhkan buat pengganjal perut mereka yang sudah berkoar-koar dari tadi. Buat meningkatkan kepercayaan diri, mereka asik bermain komputer, sambil setengah berharap menemukan file-file yang aneh dan jorok.

Jam 11 tepat, mereka berangkat menaiki angkot 07 menuju Cililitan yang disambung dengan naik 57 tujuan Blok M.

“Emang, kita mau nonton dimana sih?” tanya Rio yang dari tadi asik memandangi Cililitan dari dalam 57.
“Eh… Kemana ya?”

Rapat di dalam bus pun dimulai.

“Gw kirain lo semua udah ada rencana kita mau pergi kemana,” ujar Fajri setengah kesel.
“Kita??” gumam Apip dengan penggunaan intonasi suara yang sangat buruk.
“Ya udah sana lo, turun aja! KIRI BANG!!! ADA YANG MAU TURUN!!” sambil ngetok-ngetok tiang pegangan bus pake palu.
“Eeehh, nggak Bang! Bukan di sini turunnya, masih jauh! Kampret lo!” memandang sinis Fajri yang sekarang sibuk bales sms dari temennya.

Teriakan Fajri tadi membuat si sopir langsung banting setir ke kiri tanpa liat-liat. Gara-gara itu, hampir aja busnya nyerempet truk Dinas Kebersihan a.k.a truk sampah yang baunya naujubilaminjalik. Setelah menerima sumpah-serapah dari sang sopir truk sampah, si sopir bus menjaga jarak dengan truk sampah tadi. Ketika truk sampahnya udah agak jauh, sang sopir dan keneknya langsung mengeluarkan sumpah-serapah juga yang jauh lebih susah di-translate manusia mana pun.

“#%$^% tiiit! &*%*%%$@@@^(&!!!” sumpah si sopir.
“%$^&%*^(@(((((%###$ tiiit! #$#!!!” serapah si kenek.

***Dekat Mal Kalibata***

Emang dasar plin-plan, mereka masih bingung antara mau nonton di Blok M atau di Kalibata (soalnya 57 lewat Kalibata juga). Ketika Mal Kalbata udah ada di ujung idung, mereka bukannya langsung turun, tapi berdebat dulu (ga perlu diketik ya, mereka berdebat apaan). Akhirnya mereka turun, tapi turunnya setelah rel kereta di depan Mal Kalibata. Ketika mau nyebrang, ada satu makhluk laknat yang takut nyebrang.

“Eh, nyebrangnya liat kanan-kiri dulu. Soalnya udah banyak kejadian di koran banyak orang mati ketabrak kereta. Eh ‘Pip, lo jangan langsung maen nyebrang aja. Bisa aja kan tiba-tiba keretanya dateng dari samping, terus sinyal keretanya rusak jadi ga ada bunyi sirenenya, ato ga masinis keretanya lagi pengen ngebut? Kemaren aja ada orang pacaran tewas ketabrak KRL,” khotbah Keke yang meng-pause langkah kaki Apip yang udah siap sedia lari nyebrang.
“Kayaknya lo juga harus baca koran besok. Paling di Pos Kota atau ga di Lampu Merah ada,” bales Alv.
“Emang ada apaan?” heran, bingung.
“Bakal ditulis di situ satu headline gedeeee banget, ‘
6 PELAJAR SMU TEWAS TERTABRAK KRL’. Terus ditulis sub-headline-nya ‘Karena Asik Mengobrol di Tengah Rel’…”

****

Begitu mereka memasuki kawasan pusat perbelanjaan termewah se-Kalibata, mereka melihat begitu banyak cewe’-cewe’ yang berkeliaran (kok kesannya nakal ya?). Cantik? Relatif lah… Kata Apip sih cantik-cantik semua. Tapi kalo kata Akbar, Alv, Keke, Fajri, dan Rio sih ga ada cantik-cantiknya sama sekali. Mengingat rusaknya fungsi selera terhadap wanita di otak yang terjadi pada Apip, maka suara mayoritaslah yang diambil.

Sampai di studio, BLAAARR!! (bukan bom) Mereka terkaget-kaget (artinya sama dengan terlonjak-lonjak), mereka berpikir, “ini bioskop atau…”

“Veldrome?”
“Kramat Jati?”
“Kampung Melayu?”
“Stadion?”
“Diskotik?”
“#%#^$!!!!!”

Badan mereka lemes, ga berdaya melihat panorama yang ga bisa dideskripsikan dengan apapun. Keadaan bioskop persis banget kalo isi Pasar Kramat Jati dipindah-in ke dalemnya. Semua orang tumpah-ruah. Kebanyakan sih segerombolan muda-mudi SMU yang berusaha mencari perhatian lawan jenisnya dengan melirik sana-sini. Udah selesai? Belum! Masalah terbesar adalah ketika 6 orang bodoh tersebut melihat kalo di setiap sudut bioskop ada aja sekumpulan anak-anak SMU 14. Kok di sebelah kiri ada si anu and the gangs, kok di sebelah kanan ada si itu and the club, kok di depan ada si ini, di belakang ada si dia dan lain-lain.

Mereka segera bergerak menuju ke luar mal, menggerutu, menyetop bus, sembari berharap bukan abang sangar berkumis lebat dan kenek kurus jelek lagi yang akan ‘berkuasa’ di bus nanti. Dengan berat hati mereka kembali merogoh uang Rp. 2000 kesayangan mereka. (sekali lagi ga ada yang aneh di sini, yang aneh cuma sopirnya aja)

***Blok M yang tak Kalah Mewah***

Mata mereka berbinar-binar ketika melihat gedung Plasa Blok M. Tempat ini akan menjadi harapan terakhir mereka untuk nonton film, harapan terakhir mereka melihat cewe’-cewe’ yang cantiknya bukan cantik jadi-jadian.

“Yo, arah jam 11 yo!” ujar Akbar ketika baru memasuki lantai dasar plasa.
“Arah jam 11 mana? Kalo ngeliatnya dari arah jam 11 toko di depan, adanya tante-tante,” bales Rio sambil celingak-celinguk.
“Arah jam 11 gw, kurap! Tuh yang pake tank top warna putih. Cantik banget yo…”
“Cewe’ bukan?”

****

“Ya ampun… Kok sama aja sih kaya’ di Kalibata?” ujar Keke, kecewa.
“Tapi yang jelas lebih enak di sini. Ga terlalu padet kaya’ tadi. Eh kok, ada tulisan ‘ORANG JELEK DILARANG MASUK’ ya?” kata Fajri sambil melirik Apip.
“Ga papa ‘Jri. Yang bales bukan gw ini…” jawab Apip, pasrah.
“Lo berdua berantem ‘mulu. Kasian kan Apip. Mendingan tulisannya ditambahin aja, ‘ORANG JELEK DILARANG MASUK, KHUSUSNYA APIP’.” Akbar, nambahin.
“Udah, udah! ‘Pip yang tabah ya. Mang susah jadi orang je… nius. Ke, lo ngantri beli tiket gih! Woy, duitnya kumpulin semua!” teriak Alv, persis kaya’ kenek jelek tadi.

Antriannya lumayan panjang. Namanya juga nomat, cocok buat anak sekolah yang duitnya pas-pasan. Seperti mereka ini lah (ah, padahal ga tega gw ngomongnya). 1 menit, 3 menit, 5 menit berlalu. Akhirnya Keke sampai juga di kaca loketnya.

“Mau pesan tiket film apa, Dik?” ujar mbak-mbak penjaga loket yang cantik (sekali lagi, relatif!).
“Film ‘X’ (gw lupa judulnya apa) buat jam 13.00 masih ada?” tanya Keke.
“Oh, tiketnya sudah habis tuh. Mau pesan film lain? Film AAC yang jam 15.45 masih banyak kok kursi kosongnya.”
“Tapi film ‘X’ buat yang jam 15.30 masih ada?”
“Oh, sama aja tuh, sudah habis semua.”
“Ya udah deh mbak, AAC aja. 6 orang ya,” sambil menyodorkan uang.
“Mau duduk di baris mana?”
“Barisan agak tengah aja mbak.”
“Terima kasih,” memberikan 6 potong tiket.

Tiba-tiba di dalam diri Keke ada sesuatu yang berkecamuk, yang membuat detakan jantungnya bertambah cepat, yang membuat keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya (ga segitunya juga sih…). Terasa penyesalan yang amat dalam, sakit, dan tajam.

DAG, DIG, DUG, DAG, DIG, DUG, DAG…

“(Kok gw jadi deg-deg-an gini? Apa gw punya salah ya?)” jantungnya berbicara.
“(Gw kan cuma mesen tiket doank.)” tangannya berbicara.
“(Apa ada cewe’ yang lagi merhatiin gw ya?)” matanya berbicara.
“(Nihil, bos!)” otaknya berbicara.

“WOY! Bengong aja lo! Mana tiketnya?” Alv, yang tiba-tiba congornya udah ada di samping kuping Keke.
“Nih,”
“Lho kok???”
“(Oke, oke. Gw ngaku salah udah mesen tiket buat jam 15.45 dan gw juga ga tau AAC itu film apaan. Sedangkan sekarang baru jam 12.13. tapi… please itu salah mbaknya. Kenapa dia pake nawarin gw film itu? Ato gw udah dihipnotis sama dia? Duh, mati gw!)” ujar Keke dalam hati.

****

“Aduh Keke! Lo kok bego banget sih? I..ni film apaan sih??” Fajri, kesel sambil bolak-balik tiketnya.
“AAC?? Gobloook, paling ga kita harus nunggu 2 jam-an lebih. Tolol,” Apip, nyamber kaya’ petir sambil menerawang tiket.
“Iya nih, botol,” bales Rio.
“Kenapa kita ga balik aja, dodol?” tanya Akbar.
“Sayang duitnya, Bar. Mana 1 tiket 20.000 lagi.” jawab Apip.
“Kenapa kita ga jual lagi aja tu tiket?” samber Alv.
“???” semuanya, kecuali Alv (‘kan dia yang nanya. Gimana sih?).


Penyesalan pasti selalu datang terlambat. Tapi setiap penyesalan pasti ada penyelesaiannya. Mereka berusaha untuk ngejual 6 tiket itu ke orang lain, dengan harga miring tentunya (jadi jangan sama-in mereka dengan calo yang punya seribu akal licik buat meras pembeli). Dan inilah sedikit tips buat lo yang akan ngejual tiket bioskop (lagi);

1. Pasang tampang meyakinkan. Jangan pasang muka persis kaya’ calo tiket yang lagi dikejar-kejar sama polisi.
2. Kasih alasan yang logis dan rasional kenapa lo harus jual tiket itu biar bisa ngeyakin-in pembeli
;

“Mbak, mau beli tiket saya ga mbak? Saya lupa kalo hari ini ada ujian listening di tempat les saya. Ini ada tiket buat 6 orang.”
“Ehmm… kebetulan tuh pas. Satunya 8.000 aja ya?”
“(Cantik-cantik kok kere…)”

3. Jangan menjual secara bergerombol dan JANGAN MEMAKSA.

“Mbak, mau beli tiket kita ga? Tiketnya buat 6 orang loh.”
“Tapi terserah sih mau beli berapa.”
“Satunya cuma 16.000 kok mbak.”
“Daripada beli di loket, udah mahal pake ngantri lagi.”
“Eh… ga mas. Makasih. Saya ga mau nonton film AAC.”
“Udah deh mbak, diambil aja. Daripada ntar nyesel ga dapet tiket murah.”
“Tapi makasih, mas. Saya udah dibel…”
“LO PADA NGAPAIN DEKET-DEKET SAMA CEWE’ GW?? MAU NYARI RIBUT!??” tiba-tiba sang pacar yang berpostur seperti satpam berteriak dari kejauhan.
“Eh… eh… ngg…(Toooolooooonggg!!!).”

Cara mencari sensasi yang buruk…

****

Keputusasaan mampir di benak mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk turun ke lantai dasar (maunya sih langsung terjun bebas), makan siang di A&W, memesan paket murah yang sama beserta 6 gelas root beer gede sekedar untuk melupakan kesialan yang menghantui mereka. Setelah mengisi tenaga, mereka siap untuk berbisnis lagi. Berikut daftar orang yang mereka temui;

1. Cewe’, Ririn

Setelah basa-basi sedikit;
“Tapi maaf ya, gw udah mau pulang. Lagipula gw ke sini bukan mau nonton.”
“Oh, ya udah. Ga papa. Kalo boleh tau, nama lo siapa?” gombal Alv.
“Ririn. Nama lo siapa?”
“Alvian, salam kenal ya. Daadahhh…”

Memang agak melenceng dari tujuan utama. Tapi, namanya usaha…

2. Cewe’, kakak kelas

Setelah basa-basi yang amat panjaaaang dan membosankan;
“Nonton AAC??” Lo ber-6 kan cowok semua, masa’ lo mau nonton film cewe’ kaya gitu??”
“(#%$$&!!!)”

Jawaban yang pendek.

3. Cewe’ lagi, ga kenal

Setelah Alv pura-pura ngantri beli tiket;
“Mau ngantri? Udah, ke depan aja duluan,” ujar seorang cewe’ yang lagi ngobrol, nawarin Alv dengan baik hati.
“Mau nonton film apa?” bales Alv yang tanpa ini-ibu-budi langsung mengajak cewe’ itu untuk beralih ke topik lain.
“Apa aja,” jawab si cewe’ sinis.
“Eh, ini ad…” Alv, menyodorkan 6 buah tiket ke muka sang cewe’.
“Mau jualan ya? Makasih, tapi saya udah punya,” potong sang cewe’ jutek, sambil ngeloyor pergi.
“(#%$$&!!!)”

****

Karena telah gagal, gagal, dan gagal menjual, mereka mencoba untuk pasrah. Mereka hanya duduk-duduk di depan lift, mencoba untuk mengobrol dan ketawa-ketiwi. Tapi dari raut muka mereka tetep aja tersirat suatu ketidaksukaan terhadap situasi dan kondisi yang akan menanti mereka. Suatu kondisi dimana kaum wanita akan menguasai sekitar 73% kursi bioskop yang ada dan pasangan saling mencinta akan duduk rapi dan manis dengan jumlah sekitar 26%. Sementara mereka?

Keadaan panik, takut, gelisah, dan ragu-ragu menemui kaum wanita dalam jumlah sebanyak itu disebabkan oleh kurangnya pendidikan tentang bagaimana bersosialisasi dengan wanita. Mereka hanya berpikir kalau wanita;
1. yang melahirkan saya,
2. bukan laki-laki, dan
3. simple ‘kan?

Tapi pasti lo bertanya-tanya. Kok Alv berani nawarin tiket ke sejumlah cewe’? Dapet pendidikan darimana dia? (Mungkin lo ga mau tau. Setelah lewat beberapa proses pemaksaan, penindasan, penyiksaan, pengancaman yang berlangsung selama 23 menit 41 detik, akhirnya dia mau).

Pintu teater 3 telah dibuka. Diharap kepada penonton yang telah membeli tiket untuk segera masuk.”

Mereka berjalan dengan tak berdaya memasuki studio.

***Teater 3 yang Gelap di Baris J6-J11***

Ihh, kok lampunya mati?” ujar Rio, kenceng.

Tolong bacanya di-pause dulu. Gw lupa ngasih tau SATU hal penting lagi. Hal sepele seperti menonton bioskop (yang ditonton filmnya, bukan bioskopnya) bukanlah hal baru buat mereka. Tapi, inilah salah satu kelemahan mereka, NORAK.

Setelah 2 trailers film selesai diputar, musik pembuka film dimulai. Kemudian sejumlah nama tokoh di film itu diperkenalkan. Oke, sampai sini masih es-te-de alias standar. Ketika tiba saatnya mereka mendengarkan dan melihat dialog dan so-artificial-gesture dari karakter utama, spontan otak mereka berkata, ‘ini dia…’. Apa artinya? 2 kata ini mempunyai penjabaran arti yang sangat luas. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia, kalimat ‘ini dia…’ berarti:

ini dia… p suatu bentuk pernyataan kekecewaan (atas sesuatu) yang amat pahit yang dikatakan dengan nada memelas dan menggerutu. Biasanya manusia yang tidak kuat imannya akan langsung bunuh diri (karena hal tadi). Contoh kalimat: - tokohnya berbicara…

****

Setengah jam lebih telah berlalu. 6 orang tersebut sekarang telah larut dalam berbagai adegan film yang sama sekali tidak menuntut diperlukannya spesifikasi otak yang canggih, cepat, dan padat akan pengetahuan. Ga banyak yang bisa dijelaskan dari film ini. Mungkin sebelumnya majalah-majalah resensi film telah menulis kesimpulan: ‘Film ini merupakan film yang bagus, tapi lebih bagus lagi kalau tidak diputar’ atau ‘Jangan kecewakan kekasih anda di hari kencan anda yang indah hanya karena menonton film ini’. Sori ya kalo gw jadi sok kritikus film begini (soalnya gw juga ngeliat film itu dari kejauhan sana. Ayo, kembali ke cerita!).

Saat adegan ciuman akan terjadi, rupanya sang sutradara bermaksud lain. Adegannya dibatalkan dan… penonton kecewa. Namun ‘maksud lain’ dari sang sutradara tadi membawa petaka bagi 6 orang tersebut.

“Yaah, kok ga jadi ciuman sih??” ujar Rio, keras (sekali). Diikuti dengan penggunaan intensitas suara lebih dari 120 dB.

Semua orang yang ada di dalam radius 50 meter menengok. Mencoba mencari sumber suara cempreng yang telah mengganggu tata suara dalam studio bioskop, merebut kedamaian para pasangan mencinta dan mengganggu konsentrasi satpam bioskop yang tengah nonton gratis yang telah berjalan selama kurang lebih dua jam. Setelah itu, terdengar beberapa suara mengomel dari segala penjuru sudut. Pertanda buruk bagi mereka…

Sebenernya filmnya belum abis. Tapi mereka udah buat kesepakatan kalo 30 menit sebelum film abis atau setelah adegan ciuman, mereka pulang. Dan tampaknya dari film ini Apip telah menemukan sebuah kesimpulan yang jenius mengenai perfilman Indonesia pada akhir-akhir ini.

“Gw baru tau sekarang,” Apip, tiba-tiba ngomong dalam kegelapan.
Bau apaan ‘Pip? Kenapa baru bau sekarang?” jawab Rio, budeg.
“’Tau’ panu! Lo sadar ga kalo film-film Indonesia jaman sekarang pasti diakhir-in sama ciuman? Begitu ciuman selesai, penonton bakal tau jalan ceritanya walopun dia sambil merem nontonnya. Jadi kesimpulannya: ‘Ciuman adalah penyelesaian dari sebuah jalan cerita film’.”
“Ah, stereotip lo. Jadi maksud loch?” bales Keke yang dari tadi nguping sambil menirukan salah satu dialog dalam sinetron yang katanya lagi in.
“Kita pulang abis adegan ciuman,” jawab Apip mantap.
“Setuju,” semuanya kecuali Apip dan Rio (‘kan Apip yang nanya).
“Tapi sayang filmnya…” jawab Rio ragu-ragu.
“Mau lo didamprat orang satu bioskop gara-gara KENORAKAN lo???”
“SSSHHhhhhh!!!” orang-orang, satu bioskop.

****


'CUUUPPPPP…’

Adegan ciuman telah berakhir, waktunya rencana dijalankan. Seperti biasa, mereka mengadakan rapat terlebih dahulu.

“Ke, lo keluar duluan donk! Lo kan paling pinggir.” pinta Apip maksa.
“Ogah! Mendingan lo duluan aja. Lo kan yang ngusulin ide ini tadi.” tolak Keke.
“Yo, lo duluan aja keluar. Ntar gw sama yang lainnya nyusul. Pintu exit di depan kanan situ. Kalo ada apa-apa, tinggal teriak aja ke satpamnya,” Keke meneruskan kalimatnya kepada Rio.
“Ah, lo aja ah!” tolak Rio.
“Ude cepetan, filmnya keburu kelar ni!” semuanya, kecuali Rio.
“Beneran lo ya?” kata Rio sambil beranjak dari tempat duduknya dengan takut-takut.

Gw janji, sehabis ini terakhir kalinya Rio dapet peran sebagai orang NORAK.

“Lo ngapain ‘Yo berdiri di situ???” 5 anak memandangi Rio dengan nakal yang sedang berdiri dengan gagahnya di samping kursi Keke.
“Eh.. eh… Ah, sialan lo semua!” ujar Rio panik yang tiba-tiba mengambil kuda-kuda jongkok di samping kursi.

Ratusan pandangan mata sinis tak habis berpikir mengapa mereka harus bertemu dengan segerombolan penjahat kampung (salah satunya sedang asik berolahraga jongkok) yang telah mengganggu waktu, ketenangan, serta ketentraman hati mereka.

“Udah sana lo jalan duluan! Jangan jongkok kaya gitu! Malu ah! Eh, udah eh pada berdiri semua. Kasian nih anak,” giliran Keke yang panik.

Mereka berjalan menyelusuri tangga menurun menuju pintu keluar dengan hati berdebar-debar. Berdoa tidak ada orang yang melempar pop-corn dan kaleng, berharap mereka ga ditunggu-in pembunuh bayaran yang telah disewa dari salah satu penonton.

“(Ya Tuhan, saya cuma mau keluar dari sini hidup-hidup…)” otak kiri berharap.
“(Amiiinnn…)” otak kanan menjawab.

Mereka kembali melihat lampu-lampu Plasa Blok M yang gemerlap…
Mereka menaiki taksi ber-inisial BB yang diisi oleh 6 orang kelebihan gizi...
Mereka patungan membayar taksi...
Mereka sampai di rumah.

***TAMAT***

Thursday, January 04, 2007

the beatles, LOVE


lo harus beli!!! the beatles LOVE!!


lo harus dengerin Strawberry Fields Forever!!


HARUS!